Thursday, 16 October 2008

Coretan Koe

Kilau Mutiara

Pak Idris kebingungan. Ia tidak tahu mesti berbuat apa. Seseorang yang tidak ia kenal menelponnya, mengatakan bahwa anaknya, Tiara, sekarang bersamanya. Ia meminta untuk tidak melapor kepada pihak kepolisian. Ia juga meminta Pak Idris untuk menyiapkan uang Rp 500 juta sebagai tebusannya. Ia mengancam tidak akan segan-segan melukai Tiara jika permintaannya tidak di penuhi.


Pak Idris masih bimbang. Ia tidak tahu harus percaya atau tidak dengan orang misterius yang menelponnya barusan. Ia memutuskan untuk menunggu beberapa jam lagi sampai adiknya pulang dari menjemput Tiara.


Istrinya terduduk lemas setelah mendengar bahwa anak sulungnya di culik. Ia menangis membayangkan hal buruk yang menimpa putrinya. Suaminya menghiburnya untuk tidak cemas sampai adiknya kembali.

Semoga saja itu cuma bohong,“ ujar Pak Idris mencoba menenangkan istrinya.
Suara dengung sepeda motor memecah suasana tegang di dalam ruangan. Pak Idris dan istrinya dengan serentak menoleh kearah depan. Kemudian lelaki tersebut berlari kecil menghampiri sumber suara diikuti istrinya dari belakang. Tergambar jelas gurat-gurat cemas dan harap di wajah mereka berdua. Dalam hati mereka berharap semoga saja mereka datang bersama anaknya.

Dalam hati istri Pak Idris merasakn sesuatu yang aneh siang itu. Biasanya setiap kali pulang sekolah, Tiara langsung berlari masuk menghampriri Ibunya yang sedang menjahit di ruang kerja, disertai salam yang terdengar lantang sampai ke ruang kerjanya. Tapi kali ini, celotehnya saja tidak terdengar.

Mereka berdua terus berjalan sampai ke ruang depan. Kedua telinga mereka mencoba mencari-cari suara lantang putri mereka yang mengucapkan salam. Tapi sampai mereka di depan pintu, suara lantang Tiara belum juga terdengar. Dan tidak akan terdengar. Firasat buruk membayang-bayangi pikiran mereka berdua.

Zul, adik Pak Idris, memarkirkan sepeda motor jupiter Z nya di halaman depan rumah. Wajahnya kelihatan bingung. Semakin bingung ketika melihat kedua kakaknya keluar dengan raut wajah yang menurutnya aneh. Aneh, kerena tidak biasanya pasangan suami istri yang telah lima tahun berumah tangga tersebut menemuinya sehabis menjemput putri sulung mereka pulang sekolah. Biasanya mereka berdua menunggunya masuk bersama anaknya di dalam.
Lebih aneh lagi karena kedua kakaknya itu menatapnya dengan air wajah cemas. Entah apa yang terjadi dengan mereka. Si kecil Tiara pun tidak ada bersama mereka. Biasanya Tiara paling lengket dengannya. Setiap kali mendengar suara sepeda motornya parkir di halaman depan, Tiara langsung menghampirinya dan mengajaknya jalan-jalan keliling kampung naik sepeda motor. Jika sudah begitu ia tidak bisa mngelak lagi. Ia terpaksa harus menghidupkan kembali sepeda motornya dan menemani keponakannya jalan-jalan keliling kampung. Setelah itu Tiara akan kembali bermain dengan teman-temannya.

Zul memperhatikan mata kakak iparnya yang merah sembab. Seperti baru habis menangis. Tidak mungkin jika kakaknya bertengkar dengan istrinya. Ia sangat tahu bagaimana kakaknya. Kakaknya tersebut adalah type suami yang sangat menyayangi anak dan istrinya. Tidak mungkin jika kakak iparnya menangis gara-gara habis bertengkar dengan suaminya. Mungkin ada masalah lain, pikirnya.

Ada rasa ingin menanyakan apa yang sebenarnya terjadi sampai membuat kakak iparnya menangis. Tapi dalam hati Zul tidak ingin mengganggu urusan rumah tangga kakaknya. Ia urungkan niatnya tersebut dan mencoba mencari sesuatu yang sekiranya bisa mendamaikan mereka kembali, jika mereka berdua memang sedang bertengkar. Zul mencoba menanyakan Tiara yang saat itu tidak ada bersama mereka.

"Tiara mana, Kak ?" tanya Zul

Lho, bukannya kamu tadi menjemputnya ke sekolah ?”, kata Pak Idris balik bertanya. Sangat jelas raut kegelisahan di wajah kedua kakaknya. Bahkan kakak iparnya tiba-tiba menangis dan pingsan.

Pak Idris dan Zul mencoba mengangkat istrinya dan membaringkanya ke sofa ruang tamu. Pak Idris semakin cemas. Ia mengambil sebuah buku tulis dan mengipas-kipaskan ke arah istrinya. Wajah istrinya pucat, karena baru mendengar kabar yang membuatnya shock.
Zul semakin tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Ia malah ikut gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. Ia memperhatikan wajah kakaknya yang tengah mengipas-kipas istrinya, wajahnya tak kalah pucatnya dengan istrinya. Sepertinya ada sesuatu yang membebani pikiran kakak keduanya saat ini. Ia harus mencari tahu apa yang sebenarnya tengah menimpa keluarga kakaknya.

Sebenarnya apa yang sedang terjadi, Kak? Kenapa bisa seperti ini ?” tanya Zul meluapkan rasa penasaran yang bergejolak di dalam dadanya.

Apa benar kamu tadi tidak bersama Tiara sewaktu Tiara pulang sekolah?”. Bukannya memberi jawaban, Pak Idris malah memberi pertanyaan yang membuat Zul semakin tidak mengerti.
Benar!” seru Zul mencoba meyakinkan kakaknya. “Sebenarnya ada apa sih, Kak ?” Tanya Zul dengan rasa penasaran yang semakin bergejolak di dadanya.

Kemudian Pak Idrsi menceritakan apa yang sebenarnya telah teradi di keluarganya. Mulai dari telpon dari orang misterius yang menelponnya tadi siang, yang menyatakan bahwa Tiara di culik. Sampai ia datang tanpa Tiara yang itu membuat istrinya jatuh pingsan.

Dia tidak memberi tahu siapa namanya?” Tanya Zul memburu.

Tidak. Setelah mengatakan untuk tidak lapor polisi, ia langsung menutup telponnya. Bahkan ia tidak mengatakan kapan dan dimana uang tebusan itu harus di serahkan,” jelas Pak Idris.
Zul menjadi geram dengan orang misterius yang menculik keponakan kesayangannya itu. Ia berjanji dalam hati, jika sampai terjadi apa-apa dengan Tiara, ia akan mencari orang tersebut dan tidak akan segan-segan menghajarnya sampai babak belur.

Zul mencoba untuk tenang. Ia tidak mau terus-menerus larut dalam kegelisahan. Ia harus mencari cara agar keponakannya dapat segera di ketemukan.

Sekarang begini saja, kakak hubungi keuarga terdekat kita dan minta bantuan mereka untuk mencari dimana sekarang Tiara berada. Kalau perlu kita minta saja bantuan kepada pihak kepolisian untuk membantu kita. Kakak tidak usah menuruti ancaman mereka,” usul Zul.
Pak Idris mengikuti saran Zul. Ia kemudian menelpon keluarga dan beberapa kerabat terdekat. Tidak berapa lama beberapa keluarga dan kerabat sudah berkumpul mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mereka menanyakan kronologis kejadiannya.

Istri Pak Idris sadar dari pingsannya. Ia menangis histeris memanggil-manggil anaknya. Kakak dan keluarga mencoba menenangkannya. Wajahnya masih pucat dan matanya sembab karena sejak tadi menangis. Sesuatu yang tidak ia inginkan terjadi, justru kini malah tengah menimpa keluarganya.

Tiara, anak pertamanya manjadi korban penculikan. Tiara adalah anak yang cerdas dan lincah. Ia dan suaminya sangat menyayangi anak semata wayang mereka tersebut. Ia sangat bersyukur mendapat putri seperti Tiara. Tiara bagai mutiara yang menyejukkan jiwa mereka yang dirundung kerinduan akan buah hati setelah lima tahun menikah. Gadis kecil itu memberikan warna baru dalam hidup mereka. Mutiara kebahagiaan yang tak ternilai harganya.
…………………………………….

Pukul sembilan malam Zul kembali bersama dua orang temannya. Mereka baru saja menemui Bu Dewi, guru Tiara, dan memperoleh banyak informasi dari beliau.

Menurut Bu Dewi, tadi siang sewaktu pulang sekolah ada seorang laki-laki dating menjemput Tiara. Laki-laki tersebut mengaku sebagai pembantu Pak Idris yang di minta menjemput Tiara, karena Zul tidak bisa menjemputnya karena ada kuliah. Bu Dewi awalnya tidak langsung mengizinkan orang tersebut untuk membawa Tiara. Namun karena melihat Tiara sepertinya mengenal laki-laki itu, dan bahkan kelihatan akrab, Bu Dewi mengizinkannya tanpa ada perasaan curiga sedikit pun.

Siapa nama laki-laki itu ?” Tanya salah seorang kakaknya penuh rasa ingin tau.

“Bu Dewi tidak mengingatnya. Tapi Bu Dewi bilang laki-laki itu pembantunya Kak Idris. Tiara juga mengenalnya,” ungkap Zul.

Orang-prang di sana sedikit kecewa. Namun di balik itu, ada secercah harapan yang menerangi langkah mereka. Mereka menemukan kata kunci di balik teka-teki ini.
…………………………………….

Pak Idris, istrinya dan Zul berangkat ke kantor kepolisian setempat. Barusan pihak kepolisian menelponnya dan menyampaikan kabar baik untuk mereka. Tiara telah di ketemukan. Tak alang kepalang kebahagiaan yang mereka rasakan, karena sebentar lagi mereka akan mendapatkan lagi mutiara mereka. Mutiara yang menjadi sumber segala-galanya dalam hidup mereka. Mutiara yang sempat lepas dari genggaman, kini kembali ke pelukan mereka.

Lafadz syukur tak henti-henti mereka ucapkan, sebagai perlambangan kebahagiaan yang tiada terkira. Tak ada rangkaian kata yang mempu mewakili perasaan tersebut. Mereka bertiga tidak ingin menunda terlalu lama untuk bertemu dengan mutiara mereka. Pak Idris, istrinya dan Zul berangkat sore itu juga.

Sampai di kantor kepolisian mereka bertiga langsung di bawa keruangan dimana Tiara berada. Istri Pak Idris tak mampu menahan air mata bahagiaannya. Ia menangis memeluk Tiara. Ia meluapkan rasa rindu yang tak terperikan setelah seminggu tidak bertemu dengan buah hatinya.

Tiara juga melakukan hal yang sama. Ia memeluk erat Ibunya seakan tidak ingin lagi berpisah dengan Ibunya. Ia menangis dalam dekapan orang-orang yang ia sayangi. Kini ia tidak lagi merasa takut, karena kini orang-orang yang menyayanginya telah berada di sampingnya yang akan selalu melindungi dan menjaganya.

Kondisi Tiara sangat lemah. Wajahnya pucat, matanya cekung, dan tubuhnya terlihat agak kurus. Sepertinya para penculik itu tidak memperlakukan Tiara dengan baik.
Para penculik tersebut kini mendekam dalam penjara setelah para polisi berhasil menagkap mereka tadi malam di kediaman mereka masing-masing. Otak pencurian tersebut terpaksa di tembak kakinya karena berniat melarikan diri ketika hendak di tangkap. Ternyata otak pencurian tersebut adalah Mansur. Dia adalah pembantu rumah tangga Pak Idris dulu. Ia di pecat karena tertangkap basah ketika masuk ke kamarnya hendak mengambil uang dan perhiasan istrinya. Ternyata peristiwa tersebut membuat Mansur menyimpan dendam kepada keluarga Pak Idris. Akhirnya ia menculik anak mantan majikannya tersebut sepulang sekolah sebagai ungkapan rasa dendamnya.

Maafkan saya Pak. Saya benar-benar menyesal melakukan ini semua,” ucap Mansur dengan tampang memelas.

Tidak apa-apa. Kami sekeluarga sudah memaafkanmu. Saya juga minta maaf karena sudah membuatmu begini,”. ujar Pak Idris bijak

Terima kasih, Pak. Bapak benar-benar orang yang baik,”

Mansur menangis menyesali perbuatannya. Ia telah melakukan perbuatan jahat kepada orang yang selama ini baik kepadanya. Ia harus mendekam dalam kamar sempit berjeruji besi.

Menangis, menyesali perbuatannya

Jogja ,27Agustus 2007
Aroedi bin Soer



No comments: